Hikmah: Keniscayaan Yaumul Hisab dan Keadilan Allah
DR. H. Abun Bunyamin, MA |
Q.S. Ali Imran : 25
فَكَيْفَ
إِذَا جَمَعْنٰهُمْ لِيَوْمٍ لَا رَيْبَ فِيْهِ وَوُفِّيَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَا
كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
Bagaimanakah nanti apabila mereka Kami kumpulkan di hari (kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya. Dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan apa yang diusahakannya sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan)
Allah
azza wa jalla telah menjelaskan pada ayat-ayat sebelumnya mengenai
sifat-sifat buruk dari para ahli kitab dan para penentang kebenaran yang telah
melakukan berbagai cara demi melemahkan syariat Allah yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW melalui al-Qur’an. Kesombongan mereka membuat mereka terlena dalam
kesesatan yang nyata di dunia dan siksa yang pedih di akhirat.
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa semua perbuatan
mereka tersebut akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah saat yaumul
hisab tiba.
Pertanyaan yang diajukan Allah dalam ayat ini sebenarnya
mengindikasikan ancaman atas perbuatan dosa yang dilakukan manusia secara umum
di dunia. Baik yang dilakukan oleh para ahli kitab dan orang-orang kafir yang
menentang.syariat maupun orang-orang Islam yang merasa aman atas dosa-dosa yang
dilakukannya sehingga merasa sombong dan meremehkan syariat Allah SWT.
Pertanyaan ini diajukan sebagai balasan dari pengakuan
para ahli kitab pada ayat sebelumnya yang mengatakan bahwa azab yang mereka
terima di neraka hanya berlangsung beberapa hari saja. Dalam Taisir al-Karim
ar-Rahman fi Tafsir Kalami al-Mannan karya Abdurrahman bin Nashir al-Sa’diy
disebutkan bahwa Allah mempertanyakan keadaan yang tidak dapat digambarkan
sifat dan kepedihannya yang akan mereka alami karena pada hari itu adalah hari
pertanggungjawaban semua jiwa atas apa yang telah mereka perbuat dan pemberian
balasan dengan adil dan tanpa kedzaliman.
Dari ayat ini ada tiga hal utama yang menjadi inti
pembahasan yang dapat kita pelajari secara lebih mendalam.
Pertama, wajibnya mengimani
hari akhir. Hari akhir adalah hari berakhirnya seluruh proses kehidupan makhluk
hidup di dunia. Beriman kepada hari akhir artinya; yakin akan adanya kehidupan
yang abadi setelah hancurnya alam semesta ini. Pada hari akhir manusia akan
memperoleh balasan yang seadil-adilnya atas segala amal perbuatan selama di
dunia. Sebagai dasar hukum firman Allah SWT:
مَنْ اٰمَنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الاخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ
عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
“…Sesiapa di antara mereka itu beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhirat (hari kiamat) serta beramal soleh, maka bagi mereka pahala balasannya di sisi Tuhan mereka, dan tidak ada kebimbangan (dari berlakunya kejadian yang tidak baik) kepada mereka, dan mereka pula tidak akan berdukacita.” (QS. Al-Baqarah: 62)
Meyakini adanya hari akhir
sebagai hari pembalasan harus dapat menjadi dorongan atau motivasi bagi manusia
agar meningkatkan dan mengikhlaskan amal shalih di dunia yang fana ini demi
mendapatkan ridha Allah di alam yang abadi kelak.
Kedua,
perhitungan (hisab) merupakan salah satu hal yang wajib diimani oleh
setiap umat Islam. Keberadaannya tidak bisa terelakkan, semua amal yang baik
dan buruk akan ditampakkan kembali dan diberikan balasan yang sesuai secara
adil.
Kepastian adanya hari pembalasan ini telah dijelaskan
dalam banyak dalil naqli, seperti firman Allah:
لِيَجْزِيَ اللهُ كُلَّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ
إِنَّ اللهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ
Agar Allah memberi
pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya
Allah Maha cepat hisab-Nya. (QS. Ibrahim: 51)
Dalam kitab Mukhtashar Ma’arij al Qabul Hafizh al Hakami, hisab memiliki dua pengertian: aradh (penampakan dosa atau pengakuan) dan munaqasyah (diperiksa dengan sungguh-sungguh). Aradh merupakan metode hisab yang dilakukan pada orang-orang mukmin. Allah hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan tersebut di hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain yang melihatnya, lalu Allâh Ta'âla berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di dunia, dan sekarang Aku ampuni semuanya”. Sedangkan munaqasyah adalah perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan yang diberlakukan terutama untuk orang-orang kafir. Orang-orang kafir dan munafik akan dipanggil di hadapan semua makhluk. Kepada mereka disampaikan semua nikmat Allâh Ta'âla, kemudian akan dipersaksikan amalan kejelekan mereka disana. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
مَنْ حُوسِبَ
عُذِّّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى
فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ
وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ
Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah Allah telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’” Maka Rasulullah SAW menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh. Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”. (Muttafaqun ‘alaihi)
Ketiga, Allah adalah Tuhan Yang Maha Adil. Dia menempatkan semua manusia pada posisi yang sama dan sederajat. Tidak ada yang ditinggikan hanya karena keturunan, kekayaan, atau karena jabatannya. Dekat jauhnya posisi seseorang dengan Allah hanya diukur dari seberapa besar mereka berusaha meningkatkan taqwanya. Semakin tinggi taqwanya, semakin tinggi pula posisinya, semakin mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT. Begitupun sebaliknya. Allah berfirman:
اِنَّ
اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ اَتْقَاكُمْ
Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. (QS. Al-Hujurat:
13)
Sebagian dari keadilan-Nya, Allah SWT tidak pernah membebankan suatu taklif yang tidak sesuai dengan kemampuan manusia. Dia juga hanya menghukum dan memberi sanksi kepada mereka yang terlibat langsung dalam perbuatan maksiat atau dosa. Tidak dikenal oleh-Nya istilah dosa turunan, juga tidak ada hukum karma. Di hadapan-Nya masing-masing individu akan mempertanggung-jawabkan dirinya sendiri. Allah berfirman:
الْيَوْمَ تُجْزَىٰ كُلُّ
نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ ۚ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ ۚ
إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya. (QS. al Mu’min: 17).
Oleh
sebab itu, tidak ada amal yang sia-sia, semuanya akan diadili oleh Allah Yang
Maha Adil secara teliti, sehingga tak seorang pun yang merasa teraniaya. Allah
SWT berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا
فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ اَسَآءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيْدِ
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh. maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali, kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba- hamba(Nya)." (QS.Fushilat: 46).