Hujan Tetaplah Berkah, Bukan Musibah


Hujan Tetaplah Berkah, Bukan Musibah

Oleh Siti Susanti (Pengelola Majlis Zikir Assakinah Bandung)

Jatiluhuronline.com - Memasuki awal tahun 2021 beberapa bencana menimpa. Belum lagi lara hilang akibat pandemi covid-19, banjir menerjang beberapa wilayah Indonesia, termasuk di Jawa Barat. Hujan yang biasanya dinggap berkah, tampaknya sekarang dianggap pembawa musibah. 

Dilansir www.detik.com, beberapa wilayah Jawa Barat mengalami banjir. Di Kabupaten Bekasi banjir terjadi di 11 kecamatan. Di Kabupaten Karawang, sebanyak 10 kecamatan. Dii Kota Bekasi ada sebanyak 5 kecamatan, di Kabupaten Subang  ada tiga kecamatan, yakni Kecamatan Pabuaran, Cibogo, dan Subang. Sementara di Sumedang ada satu kecamatan, yakni Kecamatan Ujungjaya. (8/2) 

Yang menjadi pemicu banjir salah satunya adalah  aktivitas La Nina dan angin monsun Asia  yang menciptakan hujan dengan intensitas tinggi di Jawa. Namun, fenomena alam ini bukan penyebab dominan banjir. Karena peristiwa ini memang secara hukum alam terjadi. 

Berbagai pihak terutama pemerhati lingkungan hidup banyak yang menyorot tentang perusakan alam dan lingkungan, sebagai penyebab utama banjir. Di antanya adalah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Kepala Departemen Kajian Kebijakan dan Pembelaan Hukum Lingkungan , Zenzi Suhadi yang mengatakan,  di daerah tropis seharusnya hutan akan tumbuh mengikuti hujan. Tapi sekarang , bencana tumbuh mengikuti hujan.  Dia menambahkan, penyebab utama perluasan dan peningkatan potensi banjir adalah praktik korupsi dalam kebijakan. Baik dalam peruntukan sumber daya alam, maupun dalam pertimbangan penyelamatan lingkungan. ( Kompas.com, 20/01/2021)

Dari berbagai fakta, kita dapat menarik benang merah, bahwa banjir terjadi saat ini bukan karena semata kejadian alam. Namun, banyak peran manusia sebagai penyebab bencana, yaitu perusakan alam akibat keserakahan manusia. Dan di sisi lain, hukum/kebijakan yang ada seolah tidak mampu bertindak tegas mencegah kerusakan itu 

Rupanya tata kelola kehidupan yang kapitalistik saat ini menjadi pangkal masalah mengapa banjir kerap berulang. Demokrasi yang dianut negeri ini pada praktiknya lebih mementingkan kepentingan para kapitalis. Seolah menjadi rahasia umum, banyak ditemukan kebijakan yang lebih memihak para pemilik modal dibandingkan kepentingan rakyat. Bahkan seringkali terjadi, keuntungan materi dijadikan pertimbangan dalam mengambil kebijakan, bukan keselamatan rakyat atau untuk kelestarian lingkungan.

Hal tersebut tidak aneh, karena kapitalisme  mengadopsi tiga kebebasan, diantaranya adalah kebebasan kepemilikan. Dengan prinsip ini memungkinkan siapapun terutama pemilik modal untuk melakukan apapun, meski mengganggu lingkungan dan kelestarian alam. Dan pemerintah bertindak sekedar sebagai fasilitator bagi masyarakat. Akibatnya, meski perencanaan mitigasi  bencana banjir sudah dibuat, pelaksanaannya seringkali tidak efektif dan tidak memperlihatkan hasil yang  optimal. Sehingga wajar, banjir terus berulang. 

Adapun Islam memandang bahwa  penjagaan nyawa manusia adalah prioritas. Islam mengatur, pembuatan kebijakan adalah  dalam rangka  hifdzunnafs(memelihara jiwa) karena itu termasuk salah satu tujuan diturunkannya syariah Islam (maqosid syariah). 

Bagian dari prinsip Islam, negara bertugas sebagai periayah (pengurus keperluan masyarakat). Sehingga tidak akan berfikir berulang kali dalam melakukan mitigasi bencana. Hal-hal yang terkait penanganan bencana akan dilakukan negara karena merupakan tanggung jawab yang harus dilakukan negara dalam rangka penjagaan jiwa. 

Negara  akan melakukan langkah-langkah mitigasi bencana. Untuk mengatasi banjir, terlebih dahulu harus dilihat penyebab masalahnya. Jika banjir disebabkan daya tampung tanah yang tidak memadai akibat hujan, gletser ataupun rob, maka solusinya adalah dengan membuat bendungan. 

Adapun jika daerah yang tadinya tidak banjir namun karena sebab tertentu mengalami banjir maka harus dilakukan penanganan semaksimal mungkin, apakah dengan mengevakuasi korban atau dengan memindahkan ke daerah lain tentunya dengan kompensasi ganti rugi. 

Upaya preventif juga dilakukan berupa pengerukan lumpur di sungai atau daerah aliran air secara berkala agar tidak terjadi pendangkalan, dibuat sumur-sumur resapan di kawasan tertentu yang berfungsi sebagai resapan air atau cadangan air saat kemarau atau saat terjadi krisis air. 

Terkait pemukiman, dibuat kebijakan rencana tata ruang wilayah Terkait dengan penyediaan drainase, penyediaan daerah resapan air, penggunaaan tanah berdasar karakteristik tanah dan topografinya. 

Juga ditetapkan daerah tertentu sebagai daerah hima yaitu daerah cagar alam yang harus dilindungi. 

Dan yang tidak boleh diabaikan adalah pemberian sanksi yang tegas tanpa pandang bulu bagi siapa saja yang merusak lingkungan, seperti perbuatan mengotori sungai baik dilakukan individu atau korporasi, atau penebangan hutan di kawasan resapan air. 

Jika upaya-upaya tersebut telah dilakukan, namun masih juga terjadi banjir, maka akan dibuat badan khusus berupa biro yang dilengkapi peralatan-peralatan berat untuk evakuasi, pengobatan, dan alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana.

Selain itu, sistem keuangn Islam berbasis baitul maal menjadi penopang keuangan yang kuat dan stabil. Pembiayaan untuk mitigasi bencana bisa diambil dari pos kepemilikan umum dan kepemikan negara dari baitul maal. 

Keunggulan sistem Islam dapat disaksikan ketika aturan Islam diterapkan secara kafah (menyeluruh), dalam bingkai khilafah. Bahkan dalam menangani banjir  dapat disaksikan peninggalan khilafah hingga saat ini. Misalnya, di daerah Iran selatan, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir. Bendungan-bendungan tersebut di antaranya adalah bendungan Shadravan, Kanal Darian, Bendungan Jareh, Kanal Gargar, dan Bendungan Mizan.

Di dekat Kota Madinah Munawarah, terdapat bendungan yang bernama Qusaybah. Bendungan ini memiliki kedalaman 30 meter dan panjang 205 meter. Bendungan ini dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Madinah.

Di masa kekhilafahan ‘Abbasiyyah, dibangun beberapa bendungan di Kota Baghdad, Irak. Bendungan-bendungan itu terletak di sungai Tigris. Pada abad ke-13 Masehi, di Iran dibangun bendungan Kebar yang hingga kini masih bisa disaksikan.

Tak ayal lagi, diperlukan sistem terbaik pengganti kapitalisme sekuleriame untuk menangani banjir. Dan sistem Islam telah terbukti mampu menjadikan kehidupan berkah, jauh dari bencana banjir berulang. Allah SWT berfirman :" (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?" (TQS. Al Maidah: 50)

*Isi tulisan diluar tanggung jawab tim redaksi jatiluhuronline.com

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER

0 Response to "Hujan Tetaplah Berkah, Bukan Musibah"

Posting Komentar