Perdebatan Tentang Agama Nabi Ibrahim (Dr. KH. Abun Bunyamin, MA)
Q.S. Ali Imran : 64
يٰآ اَهْلَ
الْكِتٰبِ لِمَ تُحَآجُّوْنَ فِيْ اِبْرَاهِيْمَ وَمَآ اُنْزِلَتِ التَّوْرٰىةُ
وَالْاِنْجِيْلُ اِلَّا مِنْ بَعْدِهِ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
Wahai ahli kitab! Mengapa kamu berbantah-bantahan tentang Ibrahim, padahal Taurat dan Injil diturunkan setelah dia (Ibrahim)? Apakah kamu tidak mengerti?
Ayat ini merupakan
lanjutan dari upaya para ahli kitab dari Yahudi maupun Nasrani untuk mencari
pembenaran atas ajaran yang mereka sebarkan. Mengenai sebab turunnya ayat ini,
Muhammad bin Ishaq berkata, “Telah diceritakan kepadaku oleh Muhammad bin Ubay mantan budak Zaid bin Tsabit telah
diceritakan kepadaku oleh Sa’id bin Jubairatau Ikrimah dari Ibnu Abbas RA, dia
berkata, ‘Orang-orang Nasrani Najran berkumpul dengan pendeta-pendeta Yahudi di
sisi Rasulullah SAW., lalu mereka bertengkar di sisi beliau. Pendeta-pendeta
Yahudi itu berkata,’Ibrahim itu tidak lain adalah seorang Yahudi.’ Dan
orang-orang Nasrani pun berkata, ‘Ibrahim itu diak lain adalah seorang
Nasrani.’ Lalu Allah menurunkan ayat ini.
Dalam Tafsir fi Zhilalil Qur’an disebutkan
bahwa ayat ini turun untuk menolak anggapan ahli kitab dan bantahan mereka
terhadap Nabi SAW atau terhadap sebagian Ahli Kitab yang lain di hadapan
Rasulullah SAW. tujuan dari anggapan-anggapan ini ialah untuk melakukan
penipuan dan pemutarbalikan tentang janji Allah terhadap Nabi Ibrahim AS untuk
menjadikan nubuwwah (kenabian) di dalam rumah (di kalangan keluarga)
beliau.
Mereka juga melakukan pemutarbalikan mengenai hidayah dan keutamaan.
Yang paling penting, mereka mendustakan pengakuan Nabi Muhammad SAW sebagai
pemeluk agama Nabi Ibrahim dan bahwa kaum muslimin sebagai pewaris pertama
agama hanif ini.
Oleh karena itu, Allah mengecam mereka dan
menyingkap bantahan mereka yang tidak berdasarkan dalil itu. Dakwaan mereka itu
tidak masuk akal dan tampak jelas bertentangan dengan teori historis.
Imam al-Maraghiy menambahkan dalam tafsirnya bahwa
Ibrahim menjadi sosok mulia bagi kaum Yahudi dan Nashrani seperti tertulis pada
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Namun Nabi Ibrahim AS bukanlah bagian dari
agama mereka, melainkan Nabi Ibrahim AS itu beragama Islam seperti yang
didakwahkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an disebutkan
bahwa jarak antara Nabi Ibrahim AS dan Nabi Musa AS yang diberi kitab
Taurat itu adalah 1.000 tahun, dan jarak antara Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS
yang diberi kitab Injil sekitar 1.000 tahun. Oleh karena itu, tidaklah mungkin
seorang pendahulu menjadi pengikut penerusnya.
Az-Zujjaj berkata bahwa ayat ini merupakan hujjah
yang paling jelas bagi kaum Yahudi dan Nashrani karena Taurat dan Injil
diturunkan setelah Nabi Ibrahim, dan tidak disebutkan di dalam kedua kitab itu
nama Nabi Ibrahim AS yang dikaitkan dengan kedua agama itu, sedangkan nama
Islam dikaitkan dengan beliau pada setiap kitab.
Dalam Tafsir fi Zhilalil Qur’an disebutkan
bahwa bahwa ayat ini pun mengungkapkan sifat mereka yang sedikit berpegang pada
logika yang sehat dalam berdebat dan berdiskusi.
Seperti diperkuat oleh Abu
al-Fadhl Syihabuddin Sayyid Mahmud dalam
kitab Ruh al-Ma’ani, bila saja Nabi Ibrahim AS termasuk ke dalam umat
Yahudi maka tidak mungkin Nabi Musa AS diberi Taurat dan diperintah untuk
menyampaikannya begitu juga bila beliau termasuk umat Nashrani tidak mungkin
pula Nabi Isa AS diberi Injil dan diperintahkan untuk menyampaikannya. Akan tetapi,
pasti kedua nabi itu akan diperintahkan untuk menyampaikan shuhuf yang
diberikan kepada Ibrahim AS.
Syihabuddin menambahkan bahwa Sesungguhnya Allah
telah membutakan penglihatan mereka dalam dakwaan ini sehingga mereka akhirnya
menjadi bahan candaan bagi anak-anak kecil kaum mu’minin sehingga mereka
sendiri menjadi malu.
Keutamaan Nabi Ibrahim AS
Nabi Ibrahim AS adalah salah seorang nabi yang
namanya cukup banyak disebutkan dalam al-Qur’an. Nama beliau disebutkan
sebanyak 62 kali dalam 24 surat yang berbeda. Hal ini menunjukkan keistimewaan
dan suri tauladan yang dapat kita ambil dari perjalanan hidup beliau. Allah
berfirman:
وَمَنْ اَحْسَنُ دِيْنًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ
وَجْهَهُ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَاتَّبَعَ مِلَّةَ اِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَّاتَّخَذَ
اللهُ اِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلًا
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus ? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. (Q.S. An-Nisa: 125)
Nabi Ibrahim adalah putra Aazar seorang pembuat
berhala. Nabi Ibrahim lahir pada zaman dimana para rakyatnya menyembah berhala.
Beliau menggunakan akal pikirannya untuk mencari tahu kebenaran termasuk
mengenal Allah melalui ciptaan-ciptaan-Nya seperti diceritakan dalam surat
al-An’am ayat 75-79.
Beliau pun menggunakan akal pikirannya dalam
melaksanakan dakwah kepada ayah dan kaumnya. Ia mengajak ayah dan kaumnya untuk
menimbang manfaat dan madharat dari berhala-berhala yang mereka sembah agar
mereka dapat beriman kepada Allah SWT seperti diceritakan dalam surat al An’am
ayat 74. Beliau pun berdialog dengan raja Namrud dan beliau mengalahkan
hujjahnya seperti diceritakan dalam surat Al-Baqarah ayat 258.
Sebagai seorang ayah, Nabi Ibrahim tetap
mengutamakan ketaatannya kepada Allah. Beliau taat menjalankan perintah Allah
untuk menyembelih Nabi Ismail meskipun Nabi Ismail adalah anak kesayangan
beliau. keikhlasan kedua nabi ini dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
akhirnya menjadi sejarah awal disyari’atkannya berqurban.
Selain qurban, ada syari’at-syariat dan penigggalan
lain yang berasal dari perjalanan hidup beliau di antaranya adalah ka’bah,
ibadah sa’i dari bukit shafa dan marwa, air zam-zam, dan perintah khitan
(sunat).
Beliau adalah nabi yang senantiasa berserah diri
(muslim) dan mendahulukan kehendak Allah daripada keinginan dirinya sendiri.
Oleh karena itulah, beliau sering dijuluki kekasih Allah (khalilullah).
Nabi Ibrahim AS pun mewasiatkan kepada keturunannya
untuk tunduk patuh kepada Tuhan semesta Alam, beristiqamah di jalan-Nya, dan
tidak menyekutukan-Nya. Hal ini seperti diceritakan dalam firman Allah:
Dan Ibrahim telah mewasiatkan
ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. : "Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati
kecuali dalam memeluk agama Islam". (QS. Al-Baqarah: 132)