Ayam Tangkas Wanayasa, Berupaya melestarikan situs "Babakan Nemprak" Wanayasa


Terlihat jelas telapak kaki ukuran anak 5 tahun di situs Babakan Nemprak Wanayasa. Gambar [atw]
  
JATILUHURONLINE - BUDAYA, Dalam upaya melestarikan budaya leluhur bangsa terutama budaya kesundaan, Tim Peneliti Budaya dan Sejarah Sunda Ayam Tangkas Wanayasa menelusuri ke salah satu peninggalan sejarah sunda yang ada di Desa Babakan Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta, yaitu Situs Telapak Kaki “Babakan Nemprak”, disebut situs “Babakan Nemprak” karena posisi situs itu berada di Desa Babakan dan terukir di atas batu datar (nemprak).

Dilihat dari bentuk situs tersebut yaitu berupa telapak kaki seorang anak kecil berusia sekitar 5 tahun, selain itu terlihat samar bentuk ukiran dan lekukan yang menyerupai tulisan-tulisan huruf sunda di atas telapak kaki tersebut. 

Sampai saat ini belum ada sejarawan atau seorang arkeologpun yang menjelaskan secara rinci mengenai situs itu. Kami memprediksi bahwa situs tersebut adalah salah satu situs peninggalan kerajaan yang ada di daerah Wanayasa. 

Menurut salah seorang penulis sejarah Wanayasa (Budi Rahayu tamsyah) dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Wanayasa Jilid 2” beliau memaparkan bahwa situs tersebut adalah salah satu peninggalan kerajaan “Saung Agung” yang berdiri sekitar abad 18.

Namun bagi Tim Peneliti Budaya dan Sejarah Sunda Ayam Tangkas Wanayasa beranggapan bahwa situs tersebut masih sebuah misteri yang harus diungkap kebenarannya secara komfrehensif, dengan melihat sejarah-sejarah yang ada hubungannya dengan situs tersebut, seperti situs Batu Kasur di Desa Cibeber, Pasir Kuda dan daerah sekitarnya. 

"Kami menyimpulkan dengan adanya situs tersebut membuktikan secara nyata bahwa di daerah itu (Wanayasa) pernah terjadi peradaban manusia pertama yang menempati wilayah itu" ungkap kang Yudha, salah seorang tim peneliti dan budaya sekaligus penulis Sejarah, Legenda dan Mitos Ayam Ciparage saat ditemui Jatiluhuronline (04/05).

Sangat disayangkan, situs tersebut masih kurang perhatian dari pihak pemerintah atau arkeolog sebagai bahan penelitian lebih lanjut. Hal itu terlihat dari kondisi tempat dan situs tersebut masih terbilang belum bersih yang dipenuhi rumput-rumput dan pepohonan. 

Untuk itu, Tim Peneliti Budaya dan Sejarah Sunda Ayam Tangkas Wanayasa berinisiatif mengungkap kebenaran yang sesungguhnya, serta menjaga dan melestarikan situs tersebut. 

"Kami mencoba melestarikan situs tersebut, dengan cara memelihara dan menjaga dari hal-hal yang tidak diharapkan" ungkap kang Ihsan, yang merupakan salah seorang Tim Pecinta Budaya dan Sejarah Sunda Ayam Tangkas Wanayasa. (*)

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER