Mengapa di Indonesia Tidak Ditemukan Positif Virus Corona? Begini Penjelasannya

Kesehatan, Jatiluhuronline.com - Pasca adanya wabah virus corona yang terjadi di negara Tiongkok, pemerintah Indonesia menegaskan hingga Kamis (30/1/2020) tidak ditemukan adanya terinveksi positif virus corona (nCoV).

Sedangkan di negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Filifina sudah menyatakan adanya positif virus corona yang mematikan ini. Mengapa di Indonesia tidak ditemukan?

Melansir dari republika.co.id, Ahli mikrobiologi FKUI dr. Fera Ibrahim, SpMK(K), MSc, PhD menjelaskan, bahwa virus dengan famili corona banyak terdapat di hewan dan manusia.

Virus ini pertama kali ditemukan pada manusia pada tahun 1960, dan hingga sekarang telah diidentifikasi tujuh human coronavirus (HCov) termasuk MERS, SARS dan nCoV. Seperti SARS dan MERS, nCoV juga berasal dari hewan.

Menurut dr. Fera, jenis virus ini sensitif pada pemanasan atau sinar ultraviolet. Sehingga kemungkinan ini yang menyebabkan virus tidak berkembang di negara khatulistiwa seperti Indonesia.

"Virus corona sensitif terhadap pemanasan. Maka tidak heran kasus SARS cuma masuk satu dan tidak menyebar, karena kita punya sinar matahari yang bisa menonaktifkan virus," ujar dr Fera di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Selain ketiga virus corona yang berbahaya (SARS, MERS, nCoV), masih banyak virus corona lainnya yang tidak berbahaya pada hewan dan manusia. Virus corona lainnya umumnya menyebabkan infeksi saluran pernafasan yang ringan.

Penularan virus corona secara umum melalui droplets atau percikan saat bersin atau batuk. Droplets dapat melampaui jarak tertentu (umumnya 1 m) pada permukaan mukosa yang rentan, karena ukurannya besar maka tidak akan bertahan lama di udara.

"Kalau bersin atau batuk akan mengeluarkan droplets atau aerosol yang partikelnya lebih kecil dan jaraknya lebih jauh. Makanya biasakan adab bersin dan batuk harus menutup mulut," kata dr. Fera.

Sementara menurut Dokter spesialis paru RS Persahabatan dr. Erlina Burhan SpP(K), MSc, PhD menambahkan, virus ini tidak lebih berbahaya dibandingkan oleh MERS, SARS dan flu burung. Pada MERS tingkat kematian sebesar 30 persen, SARS 10 persen dan flu burung 80 persen.

Gejala infeksi saluran pernafasan hingga pneumonia umumnya disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur. Tingkat kematian karena pneumonia sekitar 2 persen, sama dengan nCoV.

"Yang membuat tiba-tiba heboh karena banyak yang kena," kata dr. Erlina.

Menurut dr Erlina, sejauh ini belum ada obat atau vaksin untuk virus corona, begitu juga MERS dan SARS. Hal yang bisa dilakukan adalah pengobatan sesuai gejala dan pencegahan seperti meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, itulah kunci utama untuk melawan virus.

Sementara itu, hingga Kamis (30/1/2020), virus novel corona telah menyerang sebanyak 7.864 orang dengan sebanyak 170 orang meninggal di China. Jumlah ini meningkat dari kematian 132 orang pada Rabu (29/1/2020). (republika/jto/ny)

SUBSCRIBE TO OUR NEWSLETTER